Selasa, 01 Juli 2008

Pajak Penghasilan Badan


PENDAHULUAN

Pajak-pajak yang dikenal di dunia hingga saat ini dikelompokkan menjadi tiga kategori berdasarkan pengenaan pajak (tax base), yaitu : Penghasilan dan Bisnis (Income and Business) , Konsumsi (Consumtion), dan Kekayaan (Wealth). Masing-masing kategori tersebut dikenakan jenis pajak tertentu.

  1. Kategori Penghasilan dan Bisnis dikenakan pajak untuk jenis : pajak penghasilan pribadi (personal income tax), pajak penghasilan badan hukum (corporate income tax), pajak pertambahan nilai (value added tax), pajak pemotongan (severance tax), pajak premi perusahaan asuransi (insurance company premium tax) dan pajak lisensi (license tax).
  2. Kategori Konsumsi dikenakan pajak untuk jenis : pajak penjualan (sales tax), pajak honorarium (use tax), pajak bahan bakar minyak (fuel taxes), pajak minuman beralkohol (alcoholic beverage taxes), pajak produk tembakau (tobacco product taxes), pajak hotel/motel (hotel/motel tax), pajak restoran (restaurant meals tax), pajak percakapan telepon (telephone call tax), dan pajak perjudian (gambling taxes).
  3. Kategori Kekayaan terdiri dari jenis pajak : pajak bangunan (property tax), pajak bumi (estate tax), pajak warisan (inheritance tax), dan pajak hibah (transfer taxes).

Pajak Penghasilan termasuk dalam kategori pertama yaitu Kategori Penghasilan dan Bisnis. Undang-undang Pajak Penghasilan (Pasal 2 UU No 17 tahun 2000) menetapkan adanya 4 macam entitas sebagai subjek atau wajib pajak penghasilan, yaitu :

1) Orang pribadi atau perseorangan

2) Warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan

3) Badan, perkumpulan atau lembaga

4) Bentuk Usaha Tetap

Pajak Penghasilan Badan Hukum atau Corporate Income Tax (yang selanjutnya disebut PPh Badan), merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan dan bisnis (kategori pertama) yang didapat oleh subjek atau wajib pajak badan. Wajib pajak badan bisa dibedakan ke dalam wajib pajak dalam negeri dan wajib pajak luar negeri, yang masing-masing memiliki ketentuan yang berbeda. Untuk pembahasan PPh Badan kali ini, merujuk pada wajib pajak badan dalam negeri.

PAJAK PENGHASILAN BADAN

  1. SUBJEK ATAU WAJIB PAJAK BADAN

Wajib pajak (WP) adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.

Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, atau bentuk badan lainnya.

Badan (hukum) yang melakukan kegiatan usaha untuk memperoleh penghasilan merupakan wajib pajak penghasilan. Wajib pajak badan dapat dikelompokkan menjadi :

  1. Badan yang melakukan usaha atau kegiatan pokok berupa pengadaan barang atau jasa kepada masyarakat dengan tujuan memperoleh keuntungan atau laba, yang seringkali disebut perusahaan. Misalnya : perseroan terbatas, perseroan komanditer, persekutuan, firma, kongsi, koperasi dan bentuk badan lainnya yang didirikan oleh pihak swasta atau masyarakat.
  2. Badan usaha dan lembaga yang dibentuk dan dimiliki oleh pemerintah baik pusat maupun daerah, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan.
  3. Perkumpulan termasuk, asosiasi, persatuan, perhimpunan atau ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama, dan pensiun, yayasan atau organisasi sejenis yang didirikan dan dimiliki baik para individu , badan swasta, badan pemerintah dan menjalankan usaha atau melakukan kegiatannya untuk memperoleh penghasilan atau memberikan jasa dan pelayanan kepada para pemilik atau anggotanya.

Dengan demikian, setiap badan yang memenuhi kriteria di atas, tanpa memperhatikan pendiri atau pemiliknya (individu atau kelompok, badan swasta atau pemerintah) merupakan wajib pajak.

Kemudian apabila badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan melakukan kegiatan atau menjalankan usaha untuk memperoleh penghasilan, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri, termasuk dalam ketegori wajib pajak badan dalam negeri.

  1. TIDAK TERMASUK SUBJEK ATAU WAJIB PAJAK BADAN

Tidak setiap badan atau lembaga yang bertempat kedudukan di Indonesia merupakan wajib pajak, mereka yang tidak termasuk dalam wajib pajak diberi kebebasan dari kewajiban membayar pajak atas penghasilan yang diterima di Indonesia. Menurut pasal 3 Undang-Undang No 17 tahun 2000, badan yang tidak termasuk dalam wajib pajak badan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori sebagai berikut :

  1. Badan Perwakilan Negara Asing
  2. Organisasi atau lembaga internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan ketentuan : (1) Indonesia adalah salah satu anggotanya, dan (2) tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan di Indonesia, selain memberikan pinjaman kepada pemerintah Indonesia yang dananya berasal dari iuran para anggota.

Setiap badan perwakilan negara asing yang bertempat kedudukan di Indonesia dan tidak menjalankan usaha untuk memperoleh penghasilan di Indonesia, tidak diperlakukan sebagai wajib pajak. Termasuk dalam kategori organisasi-organisasi internasional dan pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang dikecualikan dari status sebagai wajib pajak. Misalnya : badan-badan internasional dari PBB, badan-badan kerjasama bilateral, regional, dan kebudayaan.

  1. PENGHASILAN YANG TERMASUK DALAM OBJEK PAJAK DAN PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK

Berdasarkan Pasal 4 ayat 1 dan 2, Undang-undang Pajak Penghasilan 2000, penghasilan yang termasuk dalam objek pajak penghasilan adalah :

a) Penggantian atau imbalan yang diperoleh berkenaan dengan pekerjaan atau jasa dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas, termasuk :gaji, upah, komisi, dll.

b) Hadiah dari undian, pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan.

c) Laba usaha.

d) Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta, termasuk :

1) Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.

2) Keuntungan yang diperoleh perseroan dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, anggota.

3) Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran atau pengambilalihan usaha.

4) Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan; sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan atau penguasaan atas pihak-pihak yang bersangkutan.

e) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.

f) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.

g) Dividen, dengan nama dan bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil koperasi.

h) Royalti.

i) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

j) Penerimaan atau perlehan pembayaran berkala.

k) Keuntungan karena pembebasan utang.

l) Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.

m) Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.

n) Premi asuransi.

o) Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha, sepanjang iuran tersebut ditentukan berdasar volume kegiatan usaha anggotanya.

p) Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.

q) Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah atau bangunan dan penghasilan tertentu lainnya (yang pengenaan pajaknya diatur peraturan pemerintah).

Penghasilan yang tidak termasuk dalam objek pajak adalah :

a) Bantuan atau sumbangan, missal : zakat, harta hibahan yang masih dalam garis keturunan lurus keluarga.

b) Warisan.

c) Harta.

d) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang diterima dalam bentuk natura dari wajib pajak.

e) Pembayaran dari perusahaan asuansi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, dan lain-lain.

f) Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN, dari penyertaan modal pada badan usaha yang bertempat kedudukan dan didirikan di Indonesia denga syarat :

1) Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan

2) Bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut.

g) Iuran yang diterima dana pension yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

h) Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang telah ditetapkan.

i) Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham.

j) Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha. Syarat badan pasangan usaha tersebut :

1) Merupakan perusahaan kecil, menengah atau yang menjalankan dalam sector-sektor usaha yang ditetapkan.

2) Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek.

Dari keterangan di atas, pajak penghasilan yang wajib dibayarkan oleh badan adalah penghasilan yang mereka dapatkan dan termasuk dalam objek pajak penghasilan. Seperti misalnya perusahaan persewaan alat berat, mereka terkena pajak penghasilan antara lain atas : laba usaha dan Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. Setiap objek pajak memiliki ketentuan pembayaran yang berbeda. Dalam subjek badan pun, ada ketentuan pembayaran pajak yang berbeda, seperti badan pemerintah yang diatur tersendiri di PPh pasal 22. Pada pembahasan PPh badan ini lebih ke badan yang melakukan usaha atau kegiatan pokok berupa pengadaan barang atau jasa kepada masyarakat dengan tujuan memperoleh keuntungan atau laba, yang seringkali disebut perusahaan.

  1. TARIF DAN KETENTUAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN BADAN

Perhitungan PPh Badan dilakukan setiap tahun dengan menggunakan laporan keuangan komersial sebagai acuan. Perhitungan penyusutan aktiva dan penyesuaian fiskalnya berpedoman kepada UU No 17 tahun 2000.

Biaya-biaya yang boleh mengurangi penghasilan bruto adalah biaya yang berkaitan dengan kegiatan untu mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan. Sedangkan biaya-biaya yang tidak boleh mengurangi penghasilan bruto, adalah yang bersifat benefit in kind atau pemberian kenikmatan kepada karyawan.

Ketentuan tarif pajak untuk pajak penghasilan badan yang melakukan usaha atau kegiatan pokok berupa pengadaan barang atau jasa kepada masyarakat dengan tujuan memperoleh keuntungan atau laba, yang seringkali disebut perusahaan. Mengacu pada tarif PPh pasal 17 Undang-Undang No 17 tahun 2000 :

Tarif Progresif PPh WP Badan dan BUT

No

Jumlah Penghasilan

Tarif

1.

s/d Rp 50.000.000,00

10%

2.

Rp 50.000.000,00 s/d Rp 100.000.000,00

15%

3.

Di atas Rp 100.000.000,00

30%

Perhitungan PPh Badan dilakukan setiap akhir tahun pajak. Tahun pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan satu tahun takwim, kecuali apabila wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim. Jika ada kekurangan dalam pembayaran pajak, maka wajib disetorkan paling lambat tanggal 25 pada bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir.

Pelaporan PPh Badan terutang setiap tahunnya dilaporkan dengan cara membuat SPT tahunan PPh Badan, dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lambat pada akhir bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir.

Berikut adalah contoh perhitungan PPh Badan :

Sebuah perusahaan memperoleh laba atas usahanya selama setahun Rp150.000.000 dan ada pemberian dalam bentuk natura sebesar Rp 20.000.000. Besar pajak penghasilan badan (terutang) yang harus dibayarkan adalah :

Diketahui :

Laba Komersial = Rp 150.000.000

Koreksi Fiskal :

· Pemberian dalam bentuk Natura = Rp 20.000.000

Laba Fiskal = Rp 170.000.000

Ø PPh terutang :

10 % x 50.000.000 = Rp 5.000.000

15 % x 50.000.000 = Rp 7.500.000

30 % x 70.000.000 = Rp 21.000.000

170.000.000

Total PPh terutang = Rp 33.500.000

PENUTUP

Pajak Penghasilan Badan adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang didapat oleh subjek atau wajib pajak berupa badan. Badan tersebut bisa berupa badan swasta maupun badan pemerintah yang sesuai dengan persyaratan kategori badan yang telah ditetapkan.

Ketentuan tarif atas pajak penghasilan memiliki ketentuan pajak sendiri-sendiri, sesuai dengan jenis objek pajak dan jenis badan itu sendiri apakah badan swasta atau pemerintah. Tetapi untuk tarif pajak penghasilan atas laba usaha suatu badan yang melakukan usaha untuk memperoleh keuntungan atau laba, mengacu pada tarif PPh pasal 17 Undang-Undang No 17 tahun 2000.

DAFTAR PUSTAKA

Harnanto, Akuntansi Perpajakan, BPFE, Yogyakarta, 2003

Mardiasmo, Prof. Perpajakan Edisi Revisi Tahun 2006, Andi, Yogyakarta, 2006

Sumber Lainnya :

www.pajakpribadi.com

www.wikipedia.com

Integrasi Vertikal


Dalam dunia bisnis, produsen tidak dapat dipisahkan dari distributor dan pemasok. Karena keduanya merupakan pendukung utama kelangsungan hidup perusahaan produsen tersebut. Perusahaan produsen bisa mendirikan atau memiliki sendiri perusahaan distributor dan pemasoknya untuk mendukung kegiatan utamanya. Produsen juga bisa memakai pelaku usaha independen sebagai distributor atau pemasoknya. Apabila perusahaan memutuskan untuk mendirikan atau memiliki sendiri distributor atau pemasoknya, maka strategi perusahaan tersebut merupakan strategi Integrasi Vertikal.

Integrasi vertikal adalah strategi umum yang digunakan oleh perusahaan apabila perusahaan tersebut mengakuisisi perusahaan-perusahaan yang menjadi pemasok (backward vertical integration) atau perusahaan-perusahaan yang menjadi pembeli output perusahaan tersebut (forward vertical integration).

Perusahaan yang mendirikan usaha distributor sendiri alasannya adalah demi efisiensi dan menciptakan sinergi, seperti yang dilakukan oleh PT Bintang Toedjoe. Produknya kini ditangani oleh PT Enserval Putera yang merupakan anak perusahaan dari PT Bintang Toedjoe.

Strategi integrasi vertikal ini sangat rawan, karena dapat mengakibatkan adanya monopoli pada suatu bisnis tertentu. Karena itu UU Antimonopoli mengatur sedemikian rupa, sehingga strategi integrasi vertikal dapat dilakukan dengan batasan-batasan tertentu sehingga tidak terjadi penguasaan pasar oleh perusahaan pengguna strategi tersebut.

Produsen yang mempunyai perusahaan distributor sendiri tidaklah dilarang oleh UU Antimonopoli, sepanjang perusahaan tersebut tidak menguasai pangsa pasar suatu barang tertentu. Artinya, dengan memiliki distributor sendiri perusahaan tersebut akan berusaha melakukan efisiensi untuk dapat menjual barangnya lebih kompetitip dengan barang yang sama atau sejenis di wilayah pasar tertentu. Usaha tersebut akan menjadi perhatian UU Antimonopoli, jika perusahaan menguasai barang tertentu, sehingga dapat menentukan harga pasar, yaitu melalui penetapan harga antara distributor dengan agen atau grosir yang menetapkan harga barang tertentu yang akan dijual kepada konsumen, sehingga harga tidak lagi berdasarkan mekanisme pasar. Inilah yang disebut dengan perjanjian penetapan harga di tingkat kedua. Perjanjian penetapan harga secara vertikal tersebut dapat dilakukan, karena distributor tersebut adalah merupakan bagian dari perusahaan produsen.

Sedangkan perusahaan yang mempunyai distributor independen kemungkinan melakukan perjanjian penetapan harga di tingkat kedua tidak akan terjadi, jika tidak ada perjanjian langsung dengan podusen, yang menetapkan bahwa distributor harus melakukan perjanjian dengan distributor tingkat kedua untuk menetapkan harga barang yang akan dijual kepada konsumen. Hal ini agak sulit dilakukan karena distributor independen biasanya tugasnya mengantarkan barang prinsipal kepada pelanggannya.

Pedoman Integrasi Vertikal :

Pada pasal 15 ayat 3 UU Antimonopoli secara normatif hanya melarang pelaku usaha membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan atau jasa dari pemasok. Ketentuan itu, pertama harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok; atau kedua. Tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.
Ketentuan ini mengatur suatu perjanjian mengenai persyaratan tertentu yang dilarang, yang mengikat pembeli supaya dia dapat memasok barang atau jasa dari produsen dengan pemberian harga atau potongan harga, yaitu suatu perjanjian eklusif. Jadi, karena tidak ada satu pasal yang mengatur masalah penetapan harga vertical secara eksplisit, untuk itu perlulah dibuat suatu pedoman integrasi vertikal bagi pelaku usaha untuk menghindari ketidakpastian dalam melakukan perjanjian vertikal, baik itu perjanjian proses produksi dari hulu ke hilir maupun pendistribusiannya.

Hal seperti ini juga dilakukan di Uni Eropa, yang mengeluarkan ketentuan pengecualian dari larangan perjanjian integrasi vertikal, yaitu ketentuan yang mengizinkan penetapan harga secara vertikal sepanjang tidak menghambat persaingan. Hal itu dapat dibenarkan sepanjang ketentuan pasal 81 ayat 3 Perjanjian Pendirian Uni Eropa dapat dipenuhi, yaitu jika melalui perjanjian tersebut mengakibatkan efisiensi dan menguntungkan konsumen serta tidak menghambat persaingan. Untuk itu diterbitkanlah peraturan pengecualian tunggal dan kelompok, yaitu ada ketentuan yang menetapkan daftar hitam, yang menetapkan sektor-sektor yang dilarang melakukan penetapan harga vertikal antara produsen dengan distributor

Karena akan menghambat persaingan, ketentuan daftar putih yang mengatur daftar produk yang dizinkan melakukan penetapan harga vertikal karena tidak akan mengakibatkan persaingan dan ada juga ketentuan daftar abu-abu, yaitu sektor yang harus dimintakan izin dari Komisi Uni Eropa, apakah akan mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat atau tidak.
Pedoman integrasi vertikal tersebut dapat dibuat oleh KPPU tanpa menunggu amandemen UU Antimonopoli tersebut, karena saat ini banyak perusahaan ingin mendirikan perusahaan distribusi mengingat prospek pasarnya yang besar dan semua prinsipal membutuhkan jasa distribusi tersebut.

Diversifikasi

Strategi Tingkat Perusahaan

Ø Pendekatan utama terhadap strategi ini adalah diversifikasi untuk merangkai strategi multi bisnis.

Ø Diversifikasi berkaitan dengan menciptakan nilai dengan berbagai aktivitas atau menstransfer kompetensi inti.

Strategi diversifikasi bisa dijelaskan dengan menggunakan framework Product-Market Matrix oleh Ansoff. Matrix Ansoff ini membantu pengambilan keputusan strategis dalam business development, dengan mempertimbangkan pengembangan bisnis melalui produk lama/baru (existing/new products) di dalam pasar yang lama/baru (existing/new market).

Strategi umum yang menyangkut diversifikasi merupakan penyimpangan yang sangat jauh dari basis operasi semula perusahaan, biasanya berupa akuisisi atau pemunculan internal (spin-off) suatu bisnis tersendiri dengan kemungkinan sinergistik yang menyeimbangkan kekuatan dan kelemahan dari kedua bisnis tersebut.

Diversifikasi ada dua jenis yaitu :

  • Diversifikasi konsentrik, adalah akuisisi bisnis yang terkait dengan perusahaan pengakuisisian dari segi teknologi, pasar atau produk. Sehingga bisnis baru yang dipilih mempunyai kesesuaian yang tinggi dengan bisnis lama perusahaan. Diversifikasi konsentrik yang ideal terjadi apabila laba perusahaan yang bergabung meningkatkan kekuatan dan peluang serta dapat mengurangi kelemahan dan ancaman resiko.
  • Diversifikasi konglomerat, adalah pengakuisisian suatu bisnis yang memberikan peluang investasi menarik. Strategi ini digunakan pada saat sebuah lembaga akan melakukan ekspansi pada suatu usaha yang tidak berkaitan dengan lini produk yang dimiliki, berkaitan dengan kondisi sentra bisnis UKM dan ketersediaan bahan baku yang sangat melimpah kebutuhan sentra bisnis UKM dirasa masih diperlukan mengingat masih banyak peluang usaha yang berpotensi untuk berkembang, dan memberikan kontribusi yang positif terhadap devisa Negara.

Salah satu alasan yang paling rasional untuk menerapkan strategi ini

adalah peluang penetrasi pasar yang terbatas. Kita dapat melihat berdasarkan data yang ada dari 10 sektor tersebut masih belum mampu menembus pasar ekspor secara maksimal dalam artian masih dibawah 50%. Untuk mengurangi resiko tersebut perlu adanya diversifikasi usaha, dan jika dikaitkan dengan kondisi yang ada perlu adanya strategi diversifikasi konglomerat yang akan memberikan peluang baru agar mampu menggerakkan sector riil. Strategi ini diorientasikan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sehingga akan menarik investor untuk berinvestasi pada sector-sektor yang telah ada maupun sector-sektor yang nanti akan berkembang.

Untuk lebih memahami tentang kedua strategi umum ini, maka kelompok kami menggunakan sebuah jurnal dari Joshua D. Shackman yang berjudul : Corporate Diversification, Vertical Integration, and Internal Capital Markets: A Cross-Country Study, yang dimuat dalam Management International Review volume 47, April 2007 untuk dibahas. Berikut adalah kesimpulan dari jurnal tersebut :

Pada jurnal tersebut dijelaskan bahwa Joshua D. Shackman melakukan penelitian terhadap 1560 perusahaan dari 39 negara yang berbeda untuk membuktikan teorinya tentang internal capital markets yang merupakan pendorong bagi perusahaan pengguna strategi diversifikasi maupun perusahaan pengguna integrasi vertikal. Dari penelitian tersebut didapat bahwa ada hubungan baik positif maupun negatif antara perusahaan diversifikasi dengan pengembangan pasar modal. Serta ada hubungan positif dan negatif antara perusahaan integrasi vertikal dengan pengembangan pasar modal.

Ada empat kombinasi product/market dalam matrix Ansoff yang menghasilkan empat pilihan strategi bisnis, yaitu:

1. Market Penetration : Existing products - Existing market

2. Product Development : Existing market - New products

3. Market Development : Existing products - New market

4. Diversification : New market – New products

Setiap strategi punya kelebihan dan kekurangan, sehingga perusahaan perlu mereview terlebih dahulu strategi mana (saja) yang bisa digunakan dan layak untuk situasi yang dihadapinya saat ini.

Strategi diversifikasi adalah sebuah strategi yang paling kompleks implikasinya, karena bagi perusahaan, ini akan menjadi pengalaman baru, baik dari segi pasarnya (new market), maupun dari segi produknya (new products). Pada dasarnya keputusan untuk melakukan diversifikasi akan mengandung resiko bisnis yang tinggi. Perusahaan harus melakukan studi kelayakan (feasibility study) terlebih dahulu, misalnya saja apakah channel distribusi yang baru akan cukup mendukung karena distribusi menjadi faktor utama keberhasilan produk.

Sebelum mengambil keputusan diversifikasi, perlu dipertimbangkan terlebih dahulu ketiga strategi lainnya. Bagaimanakah potensi produk lama untuk dikembangkan di pasar lama (market penetration), karena bisa jadi masih banyak yang bisa digarap disana. Pilihan berikutnya adalah pengembangan produk yang sudah ada ke pasar baru (market development), ataupun bila telah siap dengan pengembangan produk baru, pertimbangkan juga untuk memasarkan produk baru tersebut di pasar yang lama (product development).

MENGAPA diversifikasi merupakan kunci emas dalam berinvestasi? Diversifikasi bertujuan untuk mengurangi tingkat risiko dan tetap memberikan potensi tingkat keuntungan yang cukup. Apa itu diversifikasi? Diversifikasi adalah sebuah strategi investasi dengan menempatkan dana dalam berbagai instrument investasi dengan tingkat risiko dan potensi keuntungan yang berbeda, atau strategi ini biasa disebut dengan alokasi aset (asset allocation).

Integrasi vertikal secara tegas dilarang oleh UU Persaingan Usaha No. 5/1999 yang terturang pada pasal 14. Pasal 14 terkait pula dengan aturan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan pasal 28 ayat (1) dan (2). Pesan dari pasal-pasal ini, integrasi vertikal dilarang, jika memunculkan praktik monopoli dan menimbulkan perilaku-perilaku negatif di semua kegiatan yang terintegrasi.